elegi aur kuning

bilah bilah nan rapat...
berikanku sedikit ruang

takkan ku memilih
sela sela ruang
atau kisi kisi tepi
....ku akan coba huni....

kuingin padu bersama kokohmu...
sertakan aku dalam rumpunmu

saat dingin menjalari tubuhku..
lindungi aku dengan ruas-ruasmu
saat gelap mengurung
terangi aku dengan cahaya kuningmu

...yakinlah....
kan kuikuti liukanmu
saat angin menerpa
kuakan akan bernyanyi bersama
saat harmoni desir daunmu yang saling bersilang

...percayalah...
tak kutuntut sempurnamu
duri halusmupun tak kan kubuang
kutahu tubuhku pun ber-miang

ku mohon padamu
ajaklah aku berpadu dari buku ke buku
kuingin tutup lukaku
saat kalbu tersayat sembilu

belum berwarna

siluet hitamku...
.....menjauhlah.....

aku sedang jemu
jangan kau rayu kesendirianku

aku tahu...
kau sedang memanfaatkan titik lemahku

aku tak ingin merindu
bahkan ku tak tahu warna hatimu

jika tak ingin bertempur denganku
rubahlah gradasi warnamu

APRIL DI ULAK KARANG

serpihan ini kugali kembali..
dari jajar rata hamparan pasir
mencoba rajut kembali...
berharap menjadi sebuah syair


tarian ombak nan merayu
ringankan langkah melerai gundah
desiran angin pun,,,,
dendangkan kidung hitam putih


lamunku sekejap,,,,,,
teringat saat pertama
jejakan kaki di pantai ini
kala titian patah
kala lumbungku goyah


disini CINTA, disini dendam

ahhhh.... bukan ini, tidak sesempit ini
penta aksara ini tiada berguna..


wahai kolam yang luas
aku ingat...
ketika ego-ku bagaikan hiu
saat inginku laksana karang

wahai permadani cair
kau patahkan taringku dengan tarianmu
kau gerus dadaku dengan ombakmu

ku tersenyum menatap ke arahmu
...sadari kecilnya aku...

hitungpun berjalan
tak sadar hari telah menguning
pertanda "hitam" yang akan berkuasa

kerasnya cengkraman pasir
membuatku ku enggan melangkah
dengan duduk kurasa indah

yahhh, tiada gundah
ketika gelap mulai menjuntai
ku tetapkan hati mainkan melodi

aku tahu ini pantai
saatnya kutukar GITARKU dengan SERUNAI

diktator mimpi

gundah, resah, amarah
suka, duka, gila
cinta, nafsu, syahwat

terapung semua
dalam ruang 9 meter persegi
terendap sarinya
dan terus terulang lagi

aku sedang pegang kendali
sebagai pemerintah diri
gak pake tentara atau polisi
apalagi memakai menteri

aku tidak ingin memerintah negeri
apalagi ambisi jadi penguasa bumi
karena aku sudah puas hati
menjadi "diktator mimpi"

di dada kiri

tersemat sebuah lambang harga
maha karya sang "raja manusia"
indikator hidup serta pertanda mati


berdentum keras,... laksana meriam
kala kubawa ke kancah peperangan
dari gerilya hingga puputan
sebuah tekad satu tujuan,,,
...sebuah kemenangan....


berdetak lemah,.... ketika kalah
bertarung dengan tentara nafsu serta amarah
ataukah pasukan cinta yang tak berarah

...aku tersungkur..
didadaku tertancap sebuah "sangkur"
sangat dalam tak bisa terukur

hari ini...
terhitung 8 kali 365 hari
aku sia-siakan isi dada kiri

......aku desersi....

pernah terbesit ku ingin kembali
rapatkan barisan isi "amunisi"

.....namun....
kembali kusadari
ini bukan sebuah solusi
jalan damailah yang kucari......

mulai ku tata hari
"menyusun sepuluh jari"
..syukuri apa yang diberi..

"terima kasih illahi"
"aku masih punya HATI"

Lupa

Jeda yang disengaja, berpura sibuk dunia menjadi abdi pelayan tantrum bayi bayi berbulu kaki test blog lagi yang sudha lupa password.