cerita sebelum senja

Apa yang tersisa setelah hujan, selain bala dan genangan ?
Sepertinya hampir tidak ada bahkan rinainyapun tak lagi mampu membasuh luka.
Tak ada lagi manfaat yang tersembunyi dibalik hujan sore ini, tak ada lagi makna yang sanggup kucerna bahkan deras suaranya semakin memekakkan telinga.

Memang dahulu kita pernah merasakan hujan bagaikan tontonan, kita terhibur lalu bertepuk tangan. Memang dahulu kita rasakan hujan laksana butiran mutiara dan mencair membasuh tanah, ketika keramaian kita dipenuhi tawa.

Namun kini dibalik hujan hanya menambah sunyi, bermenung menatap kebelakang mengenang betapa indahnya saat-saat kebersamaan. Lebih miris lagi, bahkan disini tak ada sisa suara yang didendangkan sekelompok katak yang mirip perkusi.

Mungkin ada sedikit yan tersisa sambil menikmati sandiwara sebelum senja, atas peran-peran yang diberikan sang "Maha Sutradara". mengenai aku, kamu dan mereka.
* Aku dengan segala egois dan ketidaktahuanku.
* Kamu dengan segala keingintahuan dan bagaimana mewujudkan kemauan.
* Mereka yang menjerit lirih atas ketidakpastian atau bahkan mereka yang mampu mengelabui peran dan berakting dalam kepura-puraan.

Entah,,,,,!
Aku yang tak mampu membaca atau mungkin saja buta pustaka.
Hanya setetes manfaat yang sanggup kucerna dari "hujan sebelum senja".
Bukan dari air yang mengalir, bukan dari air yang berlimpah ruah tapi kesetiaan dan kesabaran. Ya...! kesabaran, ujarku.
Kesabaran dalam menunggu sampai kapan ia reda, sampai kapan ia menyudahi tetesan terakhirnya??.

Entah,,,,,!!
Aku tengah bicara tentang hujan yang sebenarnya atau hanya kiasaan belaka.
Entah! aku berujar mengenai kesabaran berasal dari kalbu atau hanya sebagai bumbu?.
Apakah aku bicarakan hujan dunia maya???
Atau hujan Jakarta yang tak lagi mempesona???!!!

Entah,,,,,!!!
Yang aku tahu, telah kurentang tali kesetiaan dan kesabaran dari dalam dadaku hingga sepanjang jajaran batu nisan yang bertuliskan nama kamu dan mereka.
Tentu dan kuyakin itu, kalau kamu dan mereka juga punya indikator yang berbeda dan rentangan yang lebih panjang lagi.

....Semoga....

Renungan terhenti, lantunan suara Adzan membuatku malu untuk melanjutkan lamunan, suaranya menghardik nurani untuk segera bersuci. Setelah itu mempersiapkan diri menyambut malam yang tak pernah pula ku tahu, apakah nanti hanya hitam kelam ataukah bisa bermandi cahaya purnama.


*****
Kerajaan kesetiaan selalu membuka gerbangnya untuk siapa saja yang ingin menjadi punggawa atau hanya rakyat biasa dan tidak akan pernah memberlakukan "persona non grata".

16 comments:

Anonymous said...

cerita tentang hujan?
saya mencintai hujan sangat..
semua rinai dan dinginnya..hehehe..

Anonymous said...

Bang, keren tulisannya. Puisi bisa dinikmati, tulisanpun juga. Meski saya masih samar, apa makna di balik tulisan ini..

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
GJ said...

Kemarin malam ditempatku hujan juga muncul tanpa diundang. Kedatangannya mengagetkanku juga mungkin semut yang sedang santai di sarangnya di dalam tanah sana. Seharian panas menusuk hingga ketulang, tiba-tiba malam membawa hujan yang hanya sekejab saja. Bagai lelaki yang memuntahkan hasrat birahinya pada wanita malam. Sekejab dan tak berjiwa.
Aku tidak ingin berfikir tentang hujan yang datang tidak diundang, tapi aku sedang menikamti bau tanah basah yang beraroma khas itu. Terbayang juga kotamu yang belakangan ini selalu banjir jika sang hujan datang. padahal hujan datang sesuai dengan jadwalnya. Apa kotamu tidak belajar?
Hujan selalu membawa kemeriahan. tidak hanya air yang menggenang hingga pinggang. Juga kemeriahan di rumah sakit karena korban diare dan demam berdarah juga ikut bertambah.
Semua luka, kehilangan, kerugian, kesedihan lalu coba dibalut dengan perban kesabaran. Dan dilupakan. lalu kembali menuai hal serupa dikemudian hari saat sang hujan datang lagi. Ya, kalian telah memilih "ahllinya". Lamat-lamat terdengar suara seorang pria paruh baya mengatakan "untuk urusan banjir, serahkan pada ahlinye" :D

sachroel said...

wuihhhhh kerennnn
walaupun gak ngerti isi sebenarnya tapi...pokoknya asik deh.

Anonymous said...

keren niiiih........

hujan, selalu mempertebal nuansa hati yang merajai hari.......

pyuriko said...

Aku yang tak mampu membaca atau mungkin saja buta pustaka.

Bagaimana kalau Iko ajarkan tentang kepustakaan, biar tidak buta lagi??? :D

Tulisan kali ini seperti ada bau2.... hhhmmm, bau tanah yang habis terguyur hujan, hehehe :D

Anonymous said...

Mas, aku daftar dong jadi punggawa di kerajaan kesetiaan he..he..he..

Anonymous said...

hujan, anugrah besarNya yang sering tak kita sadari.. selalu saja bara ego yang kita warnakankan pada protes atas kebodohan diri mengelola sang anugrah..

Anonymous said...

Asl...da...awak bapuisi pulo ciek yo..Sebagai jawaban puisi uda:

..Mungkin hujan ibarat air mata...

..Mungkin juga hujan seperti jeritan jiwa..

..Bisa jadi juga hujan adalah kenangan yang mempesona..

..atau mungkin hujan adalah sebuah pengharapan yang nyata...

hahaha.ha......

semoga kita slalu bisa mengambil hikmah pada semua.

Anonymous said...

DA...awak usuk ciek....kalo dibukukan dan terbitkan ajo kumpulan puisi uda ko mantap mah da.

Anonymous said...

Bagus rangkaian kata-katanya, walau aku nggak tahu maknanya, implisit.

angin-berbisik said...

mas....aku ga ngerti, hehehe...mungkin aku ngebacanya juga ga full of concentration *alah* ya soalnya lagi pilek berat....:) hehehe tapi syukurlah dirimu makin produktif aja nih...

Putirenobaiak said...

komen uni kok gak ada cal? perasaan udah dulu.

i always love rain :)

Usako said...

Tulisannya jadi membawa suasana hatiku gimanaaaaa gitu!

Anonymous said...

Keren keren keren... Awak suko puyisi ko Da...

Atau hujan Jakarta yang tak lagi mempesona???!!!

Pertanyaan bagus...

Lupa

Jeda yang disengaja, berpura sibuk dunia menjadi abdi pelayan tantrum bayi bayi berbulu kaki test blog lagi yang sudha lupa password.