Hanya secangkir ekspresi yang mampu tertuang disini, seiring denting-denting yang mengalun dari hasil racikan kopi pagi. Datar saja, tidak ada yang luar biasa dari ekspresi yang terpancar, senyum yang tidak manis dan kadang harus dipaksa, bukan tidak ikhlas namun begitulah adanya.
Rupanya ada yang perlu dirubah, tidak semuanya, tapi memang harus ada. Ketika dahulu "ekspresif" adalah darahku. Alirannya lah yang mengendalikan pancaran wajah, ketika tidak suka, maka aku "angkat senjata" atau "tinggalkan saja".
HMMM, episode peran dalam sandiwara. Disaat itu mungkin jika ada penghargaan "aktor yang barakting terburuk", maka "piala citra" untuk saya.
Rupanya pergeseran perubahan ekpresi bukan hanya karena tekanan dari agresor ganas yang bernama "usia". Faktor "mengalah"pun tidak begitu banyak ambil peran didalamnya. Kadang harus mengiris sebuah kata kejam yang bernama "terpaksa".
Rupanya remah-remah yang tertumpah pun harus kembali dimasukan kedalam "tampah" mengayak, kemudian memilah-milah, mana yang harus di telan dan mana pula yang harus di kunyah.
Secangkir ekspresi pun terselip senyum bercampur aroma kopi, sebelum pagi akan pergi dan berganti langit putih pendarnya cahaya Matahari. Biarkan saja aroma dan manisnya secangkir kopi aku buka dan lepaskan ke "mayapada", kemudian hitam dan pahitnya tertinggal untukku saja, sebagai bekal ekspresi selanjutnya.
Secangkir ekspresi terhenyak pada sebuah kursi, mempertanyakan nada iri hati yang diperbolehkan Illahi tentang lelaki muda yang berkaca pada cermin nyata. Momentum setelah wudhu sebelum dhuha. Sambil berkaca mengusap dagu dan beberapa helai rambut yang tumbuh menghiasinya, "benarkah disini tempat bergalantungnya para bidadari"?
kapankah ia nyata? ataukah memang hanya mampu menanti "hurun ien" saja?
ahhh,,, pertanyaan saya tak tahu ditujukan kemana. "sudahlah"
secangkir ekspresi hanya secangkir saja, tidak lebih!!
secangkir ekspresi tidak perlu mendalam untuk dipahami!!
secangkir ekspresi tidak banyak berarti, bukan seperti khatib pada khotbah jumat, yang berwasiat untuk semua umat. Secangkir ekspresi bukan sastra pujangga hanya balutan kata dari jari-jari yang masih terpakai sebelum "mati guna".
11 comments:
ah......kata siapa secangkir ekspresi tidak banyak berarti......justru dialah yang membuat segala komunikasi yang terucap atau pun tidak menjadi nyata dan dipahami maknanya....
secangkir ekspresi bisa menunjukkan apa yg sedang menggelayut di dalam ruang otak kita. kepada dunia
secangkir ekspresi bisa menunjukkan apa yg sedang menggelayut di dalam ruang otak kita. kepada dunia
kaya kopi yo chal, ah kangen tulisan kamu gini cal.
lepaskan eskpresi itu walaupun hanya secangkir, itu ubek diak oi.
secangkir, dua cangir , klo kopi pasti penting, ndak tau klo yang lainnya..:p
hmm..emang super deh pa'dee yang satu ini..ngk ada duanya..bravo for u always mr.sarichal..tapi sesuatu yang indah itu akan datang suatu saat..jika memang sesuatu itu yang terbaik..akan selalu ada sesuatu yang dapat ditinjaklanjuti..have a nice day..:p
Bisa juga ya ekspresi di buat secangkir, padahal menurutku ekspresi itu abstrak dan volumenya adalah rasa... tapi itulah ichal, pintar memainkan kata-kata, bravo deh!, salam
secangkir ekspresi biasanya kita dapat setelah menyeruput secangkir kopi pagi... :D
Nambah lagi secangkir juga boleh koq, mau dibuatin? :D
Kenapa memilih secangkir dan bukannya se-baskom, misalnya?
Sedang bersemangat ya Pak...
Ayo terus bergerak.
Apapun "pilihan" mu.
Karena hidup merupakan rangkaian dari pilihan-pilihan.
Selamat menikmati pilihan-pilihan baru nya.
Like usual "keep fighting till the end"
Jaga kesehatan Boss, terakhir ngobrol kamu sedang flu kan.
Oke, aku tunggu tulisan kamu selanjutnya.
Post a Comment