pinta

ada yang lupa kupertanyakan
dari percakapan kita tadi malam
benarkah adanya simalakama
atau perihal khuldi
penyebab kami terdampar kebumi

lau kupinta padaMu
kapankan terbuka sekat antara ku dan mereka
yang terhalang tanah bertabur bunga

kurasa..
bukan sajak yang jahanam
jika tanya tak kuhentikan
kapan aku bisa berhenti tertawa
dan menari diatas keranda

cerita sebelum senja

Apa yang tersisa setelah hujan, selain bala dan genangan ?
Sepertinya hampir tidak ada bahkan rinainyapun tak lagi mampu membasuh luka.
Tak ada lagi manfaat yang tersembunyi dibalik hujan sore ini, tak ada lagi makna yang sanggup kucerna bahkan deras suaranya semakin memekakkan telinga.

Memang dahulu kita pernah merasakan hujan bagaikan tontonan, kita terhibur lalu bertepuk tangan. Memang dahulu kita rasakan hujan laksana butiran mutiara dan mencair membasuh tanah, ketika keramaian kita dipenuhi tawa.

Namun kini dibalik hujan hanya menambah sunyi, bermenung menatap kebelakang mengenang betapa indahnya saat-saat kebersamaan. Lebih miris lagi, bahkan disini tak ada sisa suara yang didendangkan sekelompok katak yang mirip perkusi.

Mungkin ada sedikit yan tersisa sambil menikmati sandiwara sebelum senja, atas peran-peran yang diberikan sang "Maha Sutradara". mengenai aku, kamu dan mereka.
* Aku dengan segala egois dan ketidaktahuanku.
* Kamu dengan segala keingintahuan dan bagaimana mewujudkan kemauan.
* Mereka yang menjerit lirih atas ketidakpastian atau bahkan mereka yang mampu mengelabui peran dan berakting dalam kepura-puraan.

Entah,,,,,!
Aku yang tak mampu membaca atau mungkin saja buta pustaka.
Hanya setetes manfaat yang sanggup kucerna dari "hujan sebelum senja".
Bukan dari air yang mengalir, bukan dari air yang berlimpah ruah tapi kesetiaan dan kesabaran. Ya...! kesabaran, ujarku.
Kesabaran dalam menunggu sampai kapan ia reda, sampai kapan ia menyudahi tetesan terakhirnya??.

Entah,,,,,!!
Aku tengah bicara tentang hujan yang sebenarnya atau hanya kiasaan belaka.
Entah! aku berujar mengenai kesabaran berasal dari kalbu atau hanya sebagai bumbu?.
Apakah aku bicarakan hujan dunia maya???
Atau hujan Jakarta yang tak lagi mempesona???!!!

Entah,,,,,!!!
Yang aku tahu, telah kurentang tali kesetiaan dan kesabaran dari dalam dadaku hingga sepanjang jajaran batu nisan yang bertuliskan nama kamu dan mereka.
Tentu dan kuyakin itu, kalau kamu dan mereka juga punya indikator yang berbeda dan rentangan yang lebih panjang lagi.

....Semoga....

Renungan terhenti, lantunan suara Adzan membuatku malu untuk melanjutkan lamunan, suaranya menghardik nurani untuk segera bersuci. Setelah itu mempersiapkan diri menyambut malam yang tak pernah pula ku tahu, apakah nanti hanya hitam kelam ataukah bisa bermandi cahaya purnama.


*****
Kerajaan kesetiaan selalu membuka gerbangnya untuk siapa saja yang ingin menjadi punggawa atau hanya rakyat biasa dan tidak akan pernah memberlakukan "persona non grata".

terendap

sajian malam dari balik lukisan
suarakan desah dari sunyi ruangan
menyepuh malam dingin membungkam
bermaya makna gelinjang kata

siluet hitamku kembali
menembus dimensi
lalui celah-celah kumenengadah
hantam nuansa warna yang kian menggoda

maaf termohon yang terlupa
malam ini kuagungkan munafikku

birahiku kelu.....
aku yang tak mau ataukah kau yang tak mampu
tak bisa memeluk, mencumbu sosokmu

Maafkan aku yang hijau lugu
tak mampu mengecup manis bibirmu
karena bibirku
baru bisa mengecap manisnya susu
dari sepasang payudara ibu

cerita tengah hari


Siang ini terik sekali, cahaya matahari terasa panas membakar hingga membuat aku menyeringit. Saat tengah hari yang selalu terjadi fenomena bayang-bayang berada dibawah telapak kaki. Mungkin ini sebuah momentum bagi kita untuk bisa menginjak-injak diri sendiri atau memang tidak ada bayang-bayang yang mengikuti.

Hanya sedikit membaca goresan dari Kahlil gibran, tidak kubaca "syair Ronggowarsito", tidak pula sebuah buku yang bertajuk "ayat-ayat setan", apalagi tentang Salman rusdi yang di cari-cari "kepalanya" oleh Ayatullah khomeini. Bukan itu, semua itu terlalu besar untuk "otak kosongku".

Ada apa disiang ini?, aku membathin dan tak mampu menjawab pertanyaan yang kuajukan sendiri. Sebuah kecamuk, sebuah pertempuran!!. bukan Baratayudha bukan pula "Holly war".
Aku telah membiarkan benakku menjadi medan perang siang ini. Menjadi tempat pertempuran antara "sisi kiri" dan "sayap kanan". Merelakan benak hitamku kepada "mereka" untuk menjadi ladang pembantaian.

Lalu bagaimana lagi?. Aku tak mampu mengatur strategi, tidak bisa memposisikan dimana letak "aku", "kamu" dan "mereka". Dimana aku harus berada?, pada "sisi kiri" atau "sayap kanan"? dan tak mungkin aku mengambil peran "oposisi" lantaran mereka semua adalah oposan. Lantas, tetap berada di tengah-tengah pertempuran??. Tentu aku tidak mau hanya menjadi "umpan peluru".

Apakah harus ikut-ikutan menyandang dan mengokang "kalashnikov" menyeruak diantara mereka yang telah memberondong dengan AK 47, lalu berteriak " lo pikir lo siapa?", Sambil terus memuntahkan semua peluru???.

Aahh!, sebuah tanya yang tak perlu di jawab, sebuah episode yang tak berkesudahan, namun sejenak bisa kuredam. Satu helaan nafas rasanya cukup untuk menghentikan perang bathin ini. Memang tidak akan pernah usai, hanya menyiasati supaya mereka tidak lagi bertikai dan mencari jalan damai.

Aahh! untuk ketenangan sejenak ini rasanya aku berhak memanjakan diri disiang ini. Sebotol minuman dingin bersoda untuk menyegarkan kepala. Mumpung di kantong masih ada uang sisa. hehehehe!

****
Seperti biasa, tidak ada pesan berarti disini, tetapi sedikit menambah arti :
jika kita mampu untuk jujur pada diri sendiri itu sudah mewakili persyaratan untuk menjadi punggawa pada kerajaan kesetiaan.



Lupa

Jeda yang disengaja, berpura sibuk dunia menjadi abdi pelayan tantrum bayi bayi berbulu kaki test blog lagi yang sudha lupa password.