CERITA SA(ha)JA

"Tak mesti apa yang kita lihat harus kita saksikan", manakala yang kita lihat ataupun yang tidak sengaja terlihat begitu terasa menyayat, bolehlah kita tinggalkan dan cukup dengarkan. Kelak kan kita jadikan ukuran untuk dipertimbangkan bagaimana meningkatkan keberanian dalam sebuah "kesaksian".

Meniti hari demi hari dengan panorama yang silih berganti dan berbeda, semoga akan semakin mengisi pundi-pundi nurani kita biar semakin peka, menuju kematangan jiwa serta menambah warna. Dan tentu jangan pula kecewa ketika kita menemui panorama yang sama seperti yang kita alami sebelumnya, karena tidak semuanya harus sesuai dengan keinginan kita, maka yakinlah dengan "Maharencana".

Pasti..! pasti kita takkan pernah bisa menunggangi kuda sembrani, yang bisa kita kehendaki, mengendalikannya pada tanah suci yang kita selalu pijaki pun dapat pula mengangkasa bersama kepakan sayapnya. Sebab kita telah sama-sama tahu, bagaimana kita menghadapi "realita" dan bagaimana pula menyikapi "fantasi".

Pasti..! kau telah dapat membaca, bahwa aku tidak piawai bercerita, dan tidak pernah membaca cerita lewat pandangan mata, ketika kita membuka wacana bagaimana hitam putih dan berwarnanya hidup di alam fana, saat bersama menyeruak "halimun di tengah kota" pada hujan ketiga.
Entah sengaja atau tidak, aku lebih banyak terdiam dengan sedikit gurauan, mengiringi ceracau-mu yang begitu lincahnya bercerita dan penuh senyum ceria walau cerita yang terlontar tentang derita, getirnya sebuah rasa yang bukan hanya di lidah saja.

berbeda,,,, ya tentu saja!.
sama bedanya ketika kau berujar bahwa "kau mencintai bulan", dan aku bilang "aku suka hujan". Tidak semuanya harus sama, yang sama adalah "kewajiban" kita dan mungkin persamaan "perjalanan dalam menyusuri waktu hingga sampai kepada sebuah tempat yang kita tuju". entah dengan berjalan langsung atau berhenti pada "persinggahan"

untuk yang terlupakan

.....untuk yang terlupakan,
tersusun rapat jari tangan maaf kuhaturkan
ketika lambai tangan tak terangkat dan senyum tak tervisualisasikan
sewaktu kau dan aku bertemu badan
pada setapak jalan yang lurus tak bersimpangan

bukan terburu-buru tapi meragu,,
apakah benar rupamu berjalan di depanku
dengan sejuta kelu
menggenggam sekepal mimpi
yang kemarin kau beli
pada penjaja asa pengepul nurani

.....untuk yang terlupakan
maafkan! telah mengajakmu membaca roman picisan
hingga terhisap emosi dan menjadi seorang pemeran
menjadi pelakon ataukah korban

mengikuti kata mengindahkan koma
sampul tertutup dan kita tertawa
menipiskan perbedaan kekal dan fana

tidakkah sewaktu membaca banyak plot yang serupa
antara kepekatan darah dan deraian air mata
bahkan majas tak menjadi umpama,
serpihan cerita yang tak terkumpul makna
sindiran yang tak mengena
aplikasi yang kerap berbeda

.... untuk yang terlupakan .....
mari melupakan, sambil berjalan
bualan adalah igauan kenyataan
tak melulu dengan bahasa buku dan membuat rangkuman

kepada yang terlupakan...
berharap kembali pertemuan yang terhidang sebuah jamuan makan...

lepas



Seringai malam mulai memudarberganti dengan

kepekatan yang begitu mencekam.

Menenggelamkan semua asa yang menggelayuti jiwaku….

Menekan semua hasrat yang slama ini tak mampu ku bendung.

aku tak tau kemanakah perginya rasa itu…

tak kusadari kemanakah terbangnya rindu itu

dan aku tak mau tau kemanakah sirnanya air mata itu.

Mungkin malam telah menelan cintaku..

Mungkin angin telah mencuri semua rinduku..

Dan kuku-kuku tajam keputus asaan telah merenggut dan menguras habis air mataku.

Dan aku benar-benar..tidak tahu…apakah ada yang tertinggal…

Apakah ada yang tersisa…walau secuil.



Rs

nyanyian pasir pantai

Nyanyian pasir pantai

Kau adalah deburan ombak

Kau datang padaku saat laut bergolak

Kau hampiri aku perlahan.. lembut membuai…

mampu melenakan dan membawaku ke awang

Namun kadang kau datang dengan kekuatanmu, kau hempaskan tubuhku..

Kau dekap aku.. meremukkan sukmaku….

Tapi kau hanyalah deburan ombak

Aku sendiri.. tanpamu

Aku sepi .. tanpa kehadiranmu

Kutunggu kau kala fajar menyingsing

Kusebut namamu kala malam menjelang…

Kau datang padaku…

Kau rayu aku dengan tarianmu..

Kau buai aku dengan kasihmu

Kau dekap aku dengan kehangatanmu

Aku terlena… terbuai… mengawang..

Kau usik aku dengan diammu

Kau gelitik kakiku dengan jilatan ombakmu

Kau buai aku dengan hembusan deburmu

Namun kau tetaplah deburan ombak

Yang akan pergi kala yang lebih berkuasa memanggilmu kembali padanya…

Dan aku akan sendiri…sepi.. karena aku hanyalah pasir kecil ditepi pantai….


Rs

kelelahan jiwa


Semilir angin membelai wajahku..lembut membuai.

Perlahan mataku terpejam...

Bulir embun menyejukkan hatiku...kelegaan hingga sukma.


Kehampaan mulai sirna dan yang tertinggal hanyalah secuil makna........

Malam mulai merambah..mendaki bukit keheningan.

Alunan musik jiwa mulai memilin kegelisahan..mengikat... menyatu dengan nafas cinta.


Ketakjuban meninggalkan semua duka...

Memenggal semua kesendirian...

Indah kunikmati, kenikmatan kujiwai..


Rs

cinta


Waktu terus bergulir..tak terasa satu demi satu usiaku bertambah..langkah demi langkah..kulewati..beragam luka telah merongrong jiwaku

Namun aku masih disini!

Denyut nadiku sudah tak secepat dulu.. desah nafasku sudah tak memburu…

Aku tidak tahu apakah ini sesuatu yang lebih baik..

Namun aku masih disini!!

Sinar mataku sudah tak sekelam dulu..rona wajahku kembali mewarnai bumi…

Aku tak pernah tahu untuk apa semua ini…

Namun aku yakin aku masih disini!

Beribu pulau kudiami..beratus jiwa kuselami…jutaan hati kudatangi..namun kelelahan masih belum menyapaku. Aku tak tahu sampai kapan pengembaraan jiwa ini terus berlangsung. Namun aku tahu pasti aku masih disini…belum kemana-mana.

Tapi…dalam keyakinanku..ada sesuatu yang berubah..sesuatu yang mengalir..dan tak dapat kuhindari..

Ia begitu kuat merasuk kejiwaku..tanpa kusadari

Ia menyelinap dihatiku saat aku terpaku

Ia bertahta diragaku saat aku tanpa kekuatan

Tapi aku masih disini…..

Kucoba menyadari kehadirannya,kadang aku mampu..kadang ia benar-benar sirna

Kucoba menyentuh keberadaannya, kadang lembut..kadang begitu melukai

Tapi aku yakin aku masih disini dalam kuasanya…

Kucoba menghindari….. tapi ia mengejarku…..menebarkan pesonanya.. membentangkan jubahnya menjanjikan kelembutan. Aku tak kuasa menolak

Tapi aku masih disini..terpaku

Aku tidak buta..tapi mengapa aku tak mampu melihat

Aku tidak tuli..tapi mengapa gemuruhpun tak mampu kudengar

Aku masih hidup..tapi mengapa badai tak dapat kurasa

Yach…aku masih disini..

Ketika aku sadar aku tak bisa melihat apa-apa. Aku tak bisa mendengar sedikitpun dan aku benar-benar bisa…ia mampu membuatku berkicau, bersinar dan menyihirku selincah merpati. Tapi aku masih disini.

Aku begitu kedinginan, aku begitu hampa.. karena aku berusaha menghindarinya

Aku begitu terluka, aku begitu hina..ketika aku berusaha menolaknya

Dan aku masih tetap disini menikmati kehadirannya..

Aku sudah tak mampu menghindarinya, aku sudah tak kuasa menghentikan kehangatannya..biarlah semua mengalir bagai darah yang ada dalam tubuhku..

Karena ia akan terus membuat irama dalam jiwaku.

Aku mampu menikmati luka karena kehadirannya, aku mampu tertawa dalam duka karena bersamanya…biarlah ia terus bersamaku…karena sampai usai cerita kehidupan ini, ia tak akan mampu kuhindari..ia masih tetap sama.. ia akan terus hidup abadi…karena itulah ia dinamakan cinta




Rs

nyanyian malam

Temaram senja mulai memekat…

Nyanyian malam mulai terdengar….

Bersenandung lirih..menyayat hati…


Kini ia sendiri…tanpa teman..tanpa kekasih

Kini ia berduka..kehilangan semua rasa


Dulu ia bernyayi bersama bulan

Dulu ia menari bersama bintang

Namun itu dulu sekali…

Kala anak manusia belum mengenal dosa

Kala anak manusia masih rindu belaiannya


Dulu air matanya adalah mutiara

Dulu desahannya adalah wangi surga

Namun kini

Air matanya tak memberi arti apa-apa

Desahannya tak membawa makna

Dulu kedatangannya begitu dinanti

Saat para petani melepaskan semua kepenatan

Namun kini kehadirannya sudah tak ada beda dengan ketiadaannya

Saat petani semua sudah berdasi

Dulu kehadirannya menandakan bergantinya hari

Dulu kedatangannya adalah awal peristirahatan

Namun kini kehadiarannya tiada beda dengan ketiadaannya.

Saat dirinya tiada beda dengan siang.


Senandungnya kini begitu memilukan… mendambakan kasih anak manusia

Belaiannya bagaikan sembilu.. perih…

Namun ia tak berdaya… karena ia hanyalah sebuah waktu

Waktu yang mampu mencipta kesadaran akan hari akhir…

Waktu yang menandakan dosa-dosa

Karena ia hanyalah sebuah malam.


Rs

“TANGISAN JIWA”

puisi ini adalah kiriman dari seseorang teman dengan inisial "Rs". yang katanya pernah nangis selama 3 bulan sebelum tercipatanya puisi ini (dengan sedikit canda tentunya). Tanpa perjanjian formal Rs memperbolehkan puisi-puisinya di publish di blog "serpihan kata", yang menurut saya juga bernada "pelangi hitam putih"

kenapa "Rs" ?, padahal saya lebih suka dengan nama belakangnya "latifah" yang menurut saya melayu sekali dan anggun terdengar. berikut ini sedikit kilah pernyataan dari beliau


Rs: itu signature ku
Rs: untuk sesuatu hal yang informal aku signature dengan rs
Rs: dibaca ares
Rs: rs=ares
Rs: ares = dewa perang


“TANGISAN JIWA”


Ribuan kata tak akan mampu menuturkan duka yang kualami
Jutaan rasa tak akan mampu melukiskan lara hati yang kurasa
Ratusan purnama tak akan mampu menggantikan hari-hariku yang telah lalu.
Dimana bahagia pernah menghampiriku ketika ia bersamaku….bersama menentang badai, bersama menatap matahari..bersama mengintip malam.
Luka mampu kubalut, kesedihan kujadikan rona dalam hidup, derita dan tangis kuubah menjadi irama jiwaku….saat bersamanya!!!!!


Tapi sekarang ia pergi…bersama angin mengembara…terbang jauh.
Dan aku tak pernah tahu apakah ada niatnya untuk kembali bersamaku mengarungi lautan duka dan sungai airmata.
Ia adalah matahari hidupku….hidupku gelap tanpanya
Ia adalah purnama hidupku…hidupku kelam tanpanya
Ia adalah lagu jiwaku…jiwaku hampa tanpanya


Gemericik air sudah tak mampu kudengar
Sejuknya angin sudah tak mampu kurasa
Hangatnya mentari sudah tak mampu kunikmati
Aku buta dalam penglihatanku
Aku kaku dalam duniaku
Aku mati dalam jiwaku
Ia telah pergi…mewujudkan keinginannya…mencapai impiannya..menembus malam…menantang matahari…menguji kekuatannya..meninggalkanku seorang diri…
Ia telah pergi..membawa semua cintaku…semua asaku
Tak pernah kuduga ia tega meninggalkanku dalam dunia ciptaanya
Ia ajak aku kedunia yang baru…yang membuatku bagaikan seorang dewi kebahagiaan yang dipenuhi aroma cinta.


Dewi malam pernah tertunduk malu manatap sinar wajahku
Matahari pernah takluk dikakiku manatap pesona jiwaku
Burung-burung membisu menyaksikan keceriaanku mengalahkan ribuan syair cinta yang dialunkan seoarang bidadari
Rusna latifah: Tapi itu hilang dalam semalam…ketika kurasakan ia kan meninggalkanku…tanpa kata-kata…
Dan ia benar-benar telah meninggalkankau karena cintanya…
Ia enggan membawaku..ia campakkan aku kembali keduia nyata yang dipenuhi duka..derita dan air mata.


Kebahagiaanku kurasa bagaikan sembilu
Keceriaanku bagaikan gerhana
Tak ada yang dapat kunikmati tanpanya…aku adalah orang pertama yang berenang dalam genangan airmataku..dan aku tahu ini tak ada akhir..
Bahkan aku ragu apakah Tuhanku mampu mengakhiri lukaku..deritaku…tanpa kematian jiwaku…


"Rs"

narasi pasrah

masih kubaca narasimu, ketika kini maupun dahulu
masih tersimpan dan tak hilang dari ingatan

namun aku lupa.. dimana letak titik dan koma
menghilang susunan urutan waktunya...
kemana..???

biarkan.. biarkan hilang di lauatan
bukankan sesudah angin berangsur gelombang?
membawa serta cerita bersama nahkoda
kemudi terbawa, bukan mengembang layar sebilah asa!

biar saja... biarkan hilang
ketika pekatnya darah tak bisa memutar haluan
rasi-rasi takkan sesatkan tujuan

lambai cerita

Bagaimana caranya aku membuka cerita pada penghujung hari, sedangkan hati masih selalu terikat pada "pangkal" pagi?!.
bagaimana aku bisa aku kehilir sedang di hulu ini masih memasung jantung..!!
gemericik suara air di sungai, dan desau angin yang ditambah suara daun buluh yang saling beradu semakin mengikat erat, seakan bersenandung dan berkata "tetaplah disini, dengarkan simphony kami", kami pastikan kami takkan berhenti memainkan melodi", atau setidaknya kami bisa menghalau sepi".
enggan aku tinggalkan, karena senandungnya tak pernah mengenal kebosanan.


namun aku harus mencapai malam, menempuh pematang siang, kumpulan awan dan kepingan-kepingan senja cakrawala.
kuingin berlari diatas titian pelangi
di lamun malam bersama para pecinta bulan....

apatis

aku hanya menunjuk dengan mata, tak tajam namun mengena
kepada barisan bagan-bagan di tengah samudera
seraya kuceritakan kepada awal senja tentang pusara
yang tak kuberi nama
hanya kutaburi bunga-bunga kota

aku terpaku....
gemuruh tak kurasa gaduh..
desir angin, debur ombak pun tak nampak

kemana indera-ku
tersesatkah kau semasa di kota
ataukah
telah mati ketika terhempas ombak
membuih dan terbawa angin laut?

aku bisu.. di antara ceracau jiwa yang memuntahkan jutaan kata pada tiap denyut nadi
aku tuli.. manakala teriakan mereka sengaja terarah ke telinga
mungkin hanya mata yang masih mampu melihat jerit mereka
....aku.. mati kata
...aku.. mati rasa

hening di beranda nan tak bernama

sebenarnya tak hendak berkata-kata
pada api yang menyala pada batas dua cahaya
memanas,,, panjang menyala.. dan memaksaku menghembuskan nafas kedua

sungguh,,, aku sedang tak ingin banyak bicara
karena diam lebih terasa indah kini adanya

mungkin hanya pada malam terkadang aku bicara dan men-jurnal kata-kata
memadukan majas dalam neraca

pesan dalam tempayan

memang tak seharusnya aku masih bertanya
tentang apa dan kenapa!.
perjalanan terasa begitu tergesa-gesa,
melaju dan tak mau mendengar kata "menunggu"

mungkin aku terlalu banyak membaca rambu-rambu
hingga tak pernah mau
menangkap awan nan kian menawan
dan tak mampu mencipta hujan

lalu kupersilahkan kau katakan
aku telah melakukan kebodohan
ketika masih kutundukkan kepala kedalam tempayan

tetapi...
bukanlah salah kelak kan kuceritakan
bahwa tempayan menyimpan kesejukan
ketika kau berkaca wajahmu kan terlukis di permukaan
makin kau dekati maka sejuknya kan hingga ke pori-pori

memang tak luar biasa laksana telaga yang memantulkan cahaya
dan tak mungkin pula kau temukan "cupu manik astagina"

namun lebih baik begitu, ketimbang kembali kutinggalkan tanya kepada kamu dan mereka
"kenapa kita terlebih dahulu membasuh telapak tangan sebelum membasuh muka?"

eksistensi

melenguh menghela pedati
dibawah tangan pemegang cemeti
meringkik membawa kelana tiada pelana
tunggangan durjana berbalut norma

daur birahi sedari tetesan embun pagi
hingga tirai hitam terkembang mengangkangi
pertanda kelam merajai

mutlak tak terelak
berkelebat sajak diantara mesin-mesin handal perusak akhlak

menunggu persetubuhan bulan bintang dan matahari
tertanam disini
tak hendak memutus kaji

membaca angin

kalau aku membaca angin bukan menangguk seribu ingin
hanya mengeja kumpulan aksara dari sepoi bahkan badainya

.....hanya membaca.....
.....karena.....
pada angin tak pandai ku menyapa
pada angin tak dapat ku bertanya
jika bibir yang kubaca, kutakut mata berkaca
.....hanya membaca.....

pernah kukabarkan pada mereka
takkan lagi kukirimkan diorama
tentang sepasang camar laut tepian samudera
karena akupun tak lagi tahu
dimanakah mereka bercumbu

....hanya membaca....
dari rentak-rentak kakiku yang kian berdebu
telah kucoba berikan segumpal darah beku
dari dalam dadaku,,,,,, bukan hati batu

secangkir ekspresi


Hanya secangkir ekspresi yang mampu tertuang disini, seiring denting-denting yang mengalun dari hasil racikan kopi pagi. Datar saja, tidak ada yang luar biasa dari ekspresi yang terpancar, senyum yang tidak manis dan kadang harus dipaksa, bukan tidak ikhlas namun begitulah adanya.

Rupanya ada yang perlu dirubah, tidak semuanya, tapi memang harus ada. Ketika dahulu "ekspresif" adalah darahku. Alirannya lah yang mengendalikan pancaran wajah, ketika tidak suka, maka aku "angkat senjata" atau "tinggalkan saja".
HMMM, episode peran dalam sandiwara. Disaat itu mungkin jika ada penghargaan "aktor yang barakting terburuk", maka "piala citra" untuk saya.

Rupanya pergeseran perubahan ekpresi bukan hanya karena tekanan dari agresor ganas yang bernama "usia". Faktor "mengalah"pun tidak begitu banyak ambil peran didalamnya. Kadang harus mengiris sebuah kata kejam yang bernama "terpaksa".

Rupanya remah-remah yang tertumpah pun harus kembali dimasukan kedalam "tampah" mengayak, kemudian memilah-milah, mana yang harus di telan dan mana pula yang harus di kunyah.

Secangkir ekspresi pun terselip senyum bercampur aroma kopi, sebelum pagi akan pergi dan berganti langit putih pendarnya cahaya Matahari. Biarkan saja aroma dan manisnya secangkir kopi aku buka dan lepaskan ke "mayapada", kemudian hitam dan pahitnya tertinggal untukku saja, sebagai bekal ekspresi selanjutnya.


Secangkir ekspresi terhenyak pada sebuah kursi, mempertanyakan nada iri hati yang diperbolehkan Illahi tentang lelaki muda yang berkaca pada cermin nyata. Momentum setelah wudhu sebelum dhuha. Sambil berkaca mengusap dagu dan beberapa helai rambut yang tumbuh menghiasinya, "benarkah disini tempat bergalantungnya para bidadari"?

kapankah ia nyata? ataukah memang hanya mampu menanti "hurun ien" saja?
ahhh,,, pertanyaan saya tak tahu ditujukan kemana. "sudahlah"


secangkir ekspresi hanya secangkir saja, tidak lebih!!
secangkir ekspresi tidak perlu mendalam untuk dipahami!!
secangkir ekspresi tidak banyak berarti, bukan seperti khatib pada khotbah jumat, yang berwasiat untuk semua umat. Secangkir ekspresi bukan sastra pujangga hanya balutan kata dari jari-jari yang masih terpakai sebelum "mati guna".


sajak hilang

puisiku hilang
di rimba belukar ilalang
tercabik duri-duri tajam
dalam timbunan sekam

puisiku hilang
dalam birunya samudera membentang
terombang ambing gelombang
membuih..... menghantam karang
lalu menghilang

puisiku terbang
melayang terbawa angin malam
membias dibawah cahaya bulan
lalu menghitam

puisiku sirna entah kemana
seiring hilangnya sapa-sapa manja
entah gurauan hati sekedar canda

puisiku.... kemana kau bawa segenggam rindu

berlalu

masih di persimpangan sebuah nanti
dengan belati pembelah mimpi
yang kau sisakan dari cerita kita
dan tak pernah berpusara

masih disini menunggu antara deru debu
melekat, hilang dan kembali tak pernah tentu

kadang merindu, kelabu, biru

mencari jalan setapak untuk kembali
jejak yang terhapus hujan sehari
antara berhenti di simpang mimpi
atau harus kembali pacu akselerasi

tapi....
belatimu semakin menikam dalam
jalan cerita tak pernah terpendam
katamu......... nikmati perjalanan hatimu
karena jika tak sembilu maka belati untukmu

pinta

ada yang lupa kupertanyakan
dari percakapan kita tadi malam
benarkah adanya simalakama
atau perihal khuldi
penyebab kami terdampar kebumi

lau kupinta padaMu
kapankan terbuka sekat antara ku dan mereka
yang terhalang tanah bertabur bunga

kurasa..
bukan sajak yang jahanam
jika tanya tak kuhentikan
kapan aku bisa berhenti tertawa
dan menari diatas keranda

cerita sebelum senja

Apa yang tersisa setelah hujan, selain bala dan genangan ?
Sepertinya hampir tidak ada bahkan rinainyapun tak lagi mampu membasuh luka.
Tak ada lagi manfaat yang tersembunyi dibalik hujan sore ini, tak ada lagi makna yang sanggup kucerna bahkan deras suaranya semakin memekakkan telinga.

Memang dahulu kita pernah merasakan hujan bagaikan tontonan, kita terhibur lalu bertepuk tangan. Memang dahulu kita rasakan hujan laksana butiran mutiara dan mencair membasuh tanah, ketika keramaian kita dipenuhi tawa.

Namun kini dibalik hujan hanya menambah sunyi, bermenung menatap kebelakang mengenang betapa indahnya saat-saat kebersamaan. Lebih miris lagi, bahkan disini tak ada sisa suara yang didendangkan sekelompok katak yang mirip perkusi.

Mungkin ada sedikit yan tersisa sambil menikmati sandiwara sebelum senja, atas peran-peran yang diberikan sang "Maha Sutradara". mengenai aku, kamu dan mereka.
* Aku dengan segala egois dan ketidaktahuanku.
* Kamu dengan segala keingintahuan dan bagaimana mewujudkan kemauan.
* Mereka yang menjerit lirih atas ketidakpastian atau bahkan mereka yang mampu mengelabui peran dan berakting dalam kepura-puraan.

Entah,,,,,!
Aku yang tak mampu membaca atau mungkin saja buta pustaka.
Hanya setetes manfaat yang sanggup kucerna dari "hujan sebelum senja".
Bukan dari air yang mengalir, bukan dari air yang berlimpah ruah tapi kesetiaan dan kesabaran. Ya...! kesabaran, ujarku.
Kesabaran dalam menunggu sampai kapan ia reda, sampai kapan ia menyudahi tetesan terakhirnya??.

Entah,,,,,!!
Aku tengah bicara tentang hujan yang sebenarnya atau hanya kiasaan belaka.
Entah! aku berujar mengenai kesabaran berasal dari kalbu atau hanya sebagai bumbu?.
Apakah aku bicarakan hujan dunia maya???
Atau hujan Jakarta yang tak lagi mempesona???!!!

Entah,,,,,!!!
Yang aku tahu, telah kurentang tali kesetiaan dan kesabaran dari dalam dadaku hingga sepanjang jajaran batu nisan yang bertuliskan nama kamu dan mereka.
Tentu dan kuyakin itu, kalau kamu dan mereka juga punya indikator yang berbeda dan rentangan yang lebih panjang lagi.

....Semoga....

Renungan terhenti, lantunan suara Adzan membuatku malu untuk melanjutkan lamunan, suaranya menghardik nurani untuk segera bersuci. Setelah itu mempersiapkan diri menyambut malam yang tak pernah pula ku tahu, apakah nanti hanya hitam kelam ataukah bisa bermandi cahaya purnama.


*****
Kerajaan kesetiaan selalu membuka gerbangnya untuk siapa saja yang ingin menjadi punggawa atau hanya rakyat biasa dan tidak akan pernah memberlakukan "persona non grata".

terendap

sajian malam dari balik lukisan
suarakan desah dari sunyi ruangan
menyepuh malam dingin membungkam
bermaya makna gelinjang kata

siluet hitamku kembali
menembus dimensi
lalui celah-celah kumenengadah
hantam nuansa warna yang kian menggoda

maaf termohon yang terlupa
malam ini kuagungkan munafikku

birahiku kelu.....
aku yang tak mau ataukah kau yang tak mampu
tak bisa memeluk, mencumbu sosokmu

Maafkan aku yang hijau lugu
tak mampu mengecup manis bibirmu
karena bibirku
baru bisa mengecap manisnya susu
dari sepasang payudara ibu

cerita tengah hari


Siang ini terik sekali, cahaya matahari terasa panas membakar hingga membuat aku menyeringit. Saat tengah hari yang selalu terjadi fenomena bayang-bayang berada dibawah telapak kaki. Mungkin ini sebuah momentum bagi kita untuk bisa menginjak-injak diri sendiri atau memang tidak ada bayang-bayang yang mengikuti.

Hanya sedikit membaca goresan dari Kahlil gibran, tidak kubaca "syair Ronggowarsito", tidak pula sebuah buku yang bertajuk "ayat-ayat setan", apalagi tentang Salman rusdi yang di cari-cari "kepalanya" oleh Ayatullah khomeini. Bukan itu, semua itu terlalu besar untuk "otak kosongku".

Ada apa disiang ini?, aku membathin dan tak mampu menjawab pertanyaan yang kuajukan sendiri. Sebuah kecamuk, sebuah pertempuran!!. bukan Baratayudha bukan pula "Holly war".
Aku telah membiarkan benakku menjadi medan perang siang ini. Menjadi tempat pertempuran antara "sisi kiri" dan "sayap kanan". Merelakan benak hitamku kepada "mereka" untuk menjadi ladang pembantaian.

Lalu bagaimana lagi?. Aku tak mampu mengatur strategi, tidak bisa memposisikan dimana letak "aku", "kamu" dan "mereka". Dimana aku harus berada?, pada "sisi kiri" atau "sayap kanan"? dan tak mungkin aku mengambil peran "oposisi" lantaran mereka semua adalah oposan. Lantas, tetap berada di tengah-tengah pertempuran??. Tentu aku tidak mau hanya menjadi "umpan peluru".

Apakah harus ikut-ikutan menyandang dan mengokang "kalashnikov" menyeruak diantara mereka yang telah memberondong dengan AK 47, lalu berteriak " lo pikir lo siapa?", Sambil terus memuntahkan semua peluru???.

Aahh!, sebuah tanya yang tak perlu di jawab, sebuah episode yang tak berkesudahan, namun sejenak bisa kuredam. Satu helaan nafas rasanya cukup untuk menghentikan perang bathin ini. Memang tidak akan pernah usai, hanya menyiasati supaya mereka tidak lagi bertikai dan mencari jalan damai.

Aahh! untuk ketenangan sejenak ini rasanya aku berhak memanjakan diri disiang ini. Sebotol minuman dingin bersoda untuk menyegarkan kepala. Mumpung di kantong masih ada uang sisa. hehehehe!

****
Seperti biasa, tidak ada pesan berarti disini, tetapi sedikit menambah arti :
jika kita mampu untuk jujur pada diri sendiri itu sudah mewakili persyaratan untuk menjadi punggawa pada kerajaan kesetiaan.



surat untuk bidadari

suatu hari nanti
kuberanikan diri tuk tawarkan hati
..... dengan genggaman .....
bukan sepucuk puisi
yang terselip pada sayap seekor merpati

..... bukan begini
ketika layar tak terkembang
pengayuh patah
dan terombang ambing
ditengah ganasnya gelombang

..... untuk hari ini
biarkan kau menjadi sosok yang kupuja
dari balik seribu pintu
mencuri pandang dan menciumi harummu
..... atau .....
biarkan aku termangu
menatapmu terbang, melesat, melayang
bersayapkan selendang

Suatu hari nanti
tiap-tiap langkahmu kan ku-iringi dalam suka dan sepi
mengantarmu pada tepian mandi
dibening telaga yang bertahtakan pelangi

celoteh puisi

"Menulis tidak perlu belajar, berguru, mengikuti kursus, orientasi, penataran atau apapun namanya. Apalagi sampai belajar kepada mereka yang secara faktual tidak pernah menulis atau produktivitasnya mandul".
- Bagaimana agar fasih menulis ?
Tulis apa yang hendak ditulis, pasti jadi tulisan.


Walapun pada kenyatannya menulis tidak semudah membaca, bagi saya apa yang ditulis dalam buku "menulis sangat mudah" memberikan ruang kebebasan yang sebesar-besarnya untuk berekspresi dalam bentuk tulisan. Pernyataan diatas saya kutip dari buku "Tips menulis" yang ditulis oleh Bapak ini .


Kenapa puisi?

Sebenarnya bukan suatu pilihan, cuma faktor kebetulan atau sudah terlanjur saja isi dari sebagian "tong sampah" (baca : blog) ini adalah puisi. Walaupun cuma puisi-puisian, PeDe aja lagi!!. Sekedar menulis apa yang ingin saya tulis. Hanya mencoba merangkai kata-kata, syukur-syukur enak dibaca dan ada yang suka.

Mungkin saja baru sebatas ini yang saya bisa dan puisi yang saya ingin. Karena mau nulis tentang Matematika sudah pasti saya tidak bisa, apalagi kimia. Lha wong otak isinya cuma pas-pasan dan lagi waktu kelas 2 SMA saya pernah di usir guru matematika dan tidak boleh ikut pelajarannya selama 2 minggu lantaran waktu pelajarannya suka suit-suitin n cuma merhatin gurunya yang cantik, hehehe.

Kadang-kadang juga saya tidak mengerti kenapa berpuisi, karena tidak ada alasan kuat yang melatar belakangi untuk menulis puisi. Latar belakang pendidikan pun bukan sastra, jadi wajar saja jika tidak ada prestasi yang perlu dibanggakan dibidang ini, kecuali Menjadi juara lomba baca puisi, itupun sewaktu kelas V SD kemudian dikirim ketingkat kecamatan dan akhirnya tidak mendapat juara apa-apa alias peserta penggembira saja, hihihi.


Kenapa Puisi ?

Ada orang bilang "puisi adalah ungkapan isi hati", saya setuju dan mengamini. Mungkin adalah salah satu alasan yang mendasari saya untuk bercerita dengan perandaian, perumpamaan kata-kata. Rasanya lebih nyaman ketimbang bercerita dengan bahasa lugas, apalagi ketika bercerita tentang luka, sakit hati atau segala cerita yang bernada sedih.

"secara gue dicipatakan dengan kelamin laki-laki plus "casing" (baca : wajah) yang sangar pula alias gak "smiling face'. Sudah tentu kalo curhat dengan nada sedih terlalu sering, orang yang langsung mendengar bukannya sayang malah mungkin gue di kemplang".

Sangat lah wajar jika saya boleh berpendapat kalau puisi itu "multitafsir", bisa saja terdapat perbedaan dalam mengartikan antara orang yang satu dengan yang lain. Atau mungkin saja artinya bisa berbeda tergantung dari suasana hati dari pembaca. Karena saya sendiri sangat banyak tidak mengerti ketika membaca syair-syair atau puisi dari penyair "beneran" atau penulis puisi kenamaan. "masih menurut saya", memang puisi tidak perlu observasi, namun tidak serta merta kita bisa merekayasa dan merangkai kata-kata jika tidak merasakan atau mengalami sebuah peristiwa, momentum atau apalah namanya.

Akhirnya dengan segala ketiadaan dan keterbatasan bahkan pengetahuan yang seadanya saya mencoba "menulis apa yang ingin saya tulis", mencoba menikmati dan berceloteh dengan puisi. Sama halnya ketika saya membaca dan menikmati tulisan pengalaman dari Harmita Desmerry ataupun kenindahan puisi dari uni Meiy.

Jadi, dengan segala kekurangan pula saya menulis apa yang ingin saya tulis, dan izinkan mendobrak pepatah lama menjadi :

"Kalaupun hidup bercermin bangkai, tak mesti berkalang tanah"

toh masih ada kriteria bangkai yang halal untuk dimakan,,,, bukankah begitu????




untuk matahari

kutinggalkan jejak di siang ini
dari tapak-tapak kaki yang lusuh
raut wajah yang bersimbah peluh
untuk saksi sang matahari

mungkin hanya siang ini,,,
entah esok atau kapan hari
bisa kunikmati lagi sesaat bersama matahari
karena embun-embun dipucuk daun//nan riang menari-nari
telah kulewatkan bersama cerita pagi

andai siang bisa kuperpanjang//kembali waktu kurentang
kan kulampiaskan rindu dendam meradang
merengkuhmu, membenamkan dalam pelukan
hangatkan dada yang terbuka, agar bisa kaubaca
makna terjemahan dari setiap detakan
sempurnakan dalam dekapan

untuk Matahari ... sejatinya sebuah janji
biarkan langit tetap putih menyala
luluhkan dinginnya raga yang mengentalkan luka-luka
hancurkan arak-arakan awan hitam
pembawa pesan penguasa malam

untuk Matahari...............
jadilah saksi jerit-jerit perih seuntai puisi
hangatkan kembali harumnya secangkir kopi

perjalanan

seberangi titian waktu
menorehkan sajak pada sebongkah batu
tentang episode sebuah perjalanan
yang belum tertuntaskan

terukir kata-kata luka
tergores dengan darah
yang menetes di sela-sela kuku
dari ujung jemariku

....bukan ku lupa
menuliskan kisah indahnya cinta
...hanya enggan
bercerita tentang mimpi dan angan-angan

menyadari...
telapak kaki yang terkelupas karena tak beralas
pertanda sejenak perjalanan harus di hentikan
namun...
tak kunjung menemukan tempat persinggahan

...Ironi...
ketika aku terus mencari // sebuah negeri
yang di aliri sungai madu // tuk membasuh lukaku

dendam tak sudah
jikapun harus merendam
pada limbah-limbah
kubangan penuh pituah

akankah sang kala merubah..
takdir seorang pejalan yang membeli mimpi..
meninggalkan batu yang tertoreh sajak
menjadikan puisi bagai prasasti

atau tetap berteriak
"separuh hidupnya adalah luka
dan separuh lagi tirani"???




Sekapur Sirih

Menyusun sepuluh jari, meletakkannya di bawah dagu diatas dada seraya menundukkan kepala, sebagai pertanda permohonan maaf kepada sanak saudara dan teman-teman semua. Hanya itu yang saya mampu lakukan pada awal tahun ini.

Rasanya bukan saya!, jika menganggap pergantian tahun adalah sesuatu yang istimewa. Yang biasa saya lakukan pada momentum tersebut sangatlah biasa dan (mungkin) bagi beberapa orang terdengar norak dan murahan kalau saya hanya punya kenangan mengisi tahun baru dengan membakar ban di tepi jalan, membakar ikan atau dari tenda sebuah perkemahan bersama sedikit teman.

Rasanya bukan saya pula, jika saya mampu mempengaruhi beberapa "orang diatas sana" untuk menyisihkan sedikit dana tahun barunya dan memberikan kepada saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah dan bencana yang sedang melanda nengeri kita.

Aaahh .... sudah berlalu!! tahun pun telah memasuki angka yang baru.
Dan sebagian Uang itupun sudah terbakar menjadi kilatan cahaya di angkasa bersama benda yang di sebut "kembang api", dengan alasan "hiburan" belaka.
saya akui dan tentunya sangat manusiawi jika "manusia membutuhkan hiburan". Tapi rasanya bisa kira kesampingkan sejenak demi saudara kita yang tertimpa bencana dan berjuang untuk sebuah "penghidupan".

"apakah sebanding arti sebuah "hiburan" dengan "kehidupan"????

ahhh, biarkan saja saya yakin waktu yang akan membangkitkan dan menggerakkan nurani mereka

Sangat biasa dan tidak ada yang istimewa jika saya tidak menyertakan data dan angka-angka, karena memang saya hanya mampu menyusun aksara dan merangkai kata-kata yang terkadang tidak bermakna.
Bagi saya! yang istimewa adalah ketika malam pergantian tahun mendapatkan kiriman suara dari seorang mahkluk manis dari tepi jalan raya, "Selamat Tahun Baru Bang!" (tumben,,, suara cemprengnya terdengar merdu pada malam itu, hehehehehe)

Masih dengan sepuluh jari, Maafkan jika saya tidak mampu menjadi tuan rumah yang baik pada saat menyambut kedatangan seorang rekan yang di temani "Guardian Angel-nya" pada tanggal 1 januari 2008. Hanya jabat tangan, ketulusan hati yang dan sedikit obrolan yang mampu saya hidangkan (sori gak di link dengan alasan privacy dan nikmatnya sebuat mistery).

********
Mari songsong Matahari dengan semangat pagi dan indahnya rembulan di malam hari, Selamat Menikmati Awal Tahun 2008, dan jadikan segalanya lebih baik dari hari kemarin.


Lupa

Jeda yang disengaja, berpura sibuk dunia menjadi abdi pelayan tantrum bayi bayi berbulu kaki test blog lagi yang sudha lupa password.